Herman Yudiono: Ingin yang wah dan sah

“Saya bercita-cita hidup Wah dan Sah,” ujar Herman Yudiono dengan mimik serius. Wah yang ia maksud bukanlah hidup bergelimang kemewahan, melainkan singkatan dari Work at Home, sedangkan Sah adalah Stay at Home yang sama-sama bermakna bekerja di rumah. Keduanya diprediksi menjadi tren di masa mendatang.

”Namun persiapannya panjang nih, karena menyangkut dapur keluarga,” lanjut Chemist di Laboratory and Sample House, Proctech Technology PT Inco ini. Herman, yang di kalangan blogger kerap disapa Kang Yudiono, juga mengumumkan deadline untuk menjadi blogger profesional alias pro-blogger di www.blogodolar com. Lengkap dengan strategi dan update pencapaian targetnya dari bulan ke bulan. Di blog ini, dengan pengunjung bulanan rata-rata 10.000 orang, ia membagi mimpinya untuk menjalankan sekolah blogging online.

“Sebenarnya saya belum lama kenal blog. Awal 2008 kalau tak salah ingat,” ungkap Herman. “Mulanya hanya untuk mewadahi hobi menulis saja. Tetapi setelah melihat acara E-Lifestyle di Metro TV tentang potensi blog untuk mendatangkan uang, saya langsung teringat impian saya untuk hidup WAH,” imbuhnya.

Untuk menyokong impiannya, Herman membuat banyak blog. Saat ini baru 10 blog yang ia kelola, namun ia menargetkan untuk memiliki sekurangnya 100 blog dalam 3-4 tahun mendatang. Dari 10 blog yang dikelolanya pada jam-jam sepulang kerja dan akhir pekan, ia mampu meraup rata-rata 300 dollar AS perbulan, setara Rp2,7 juta.

“Masih sedikit sih, belum bisa dibandingkan teman-teman di Jawa yang penghasilan bulanannya sudah ribuan dollar,” kata Herman antusias.

“Saya optimis make money blogging prospektif, karena usianya terhitung muda,” ujarnya. Saat ini Herman fokus mengoptimalkan blognya dengan Google Adsense, iklan kontekstual yang memasok keuntungan miliaran dollar per tahun bagi raksasa mesin pencari Google. “Adsense bisnis yang sangat sehat, umurnya pasti panjang,” tukas bapak dua anak ini.

Selain menjanjikan keuntungan finansial, bagi Herman, mengelola blog juga memberikan kepuasan batin. “Dengan blog, hobi menulis saya terwadahi,” ujarnya. Beberapa tulisannya yang pernah dimuat harian Kompas pun dipublikasikan ulang di blog-nya.

Bersama sejumlah rekannya di Sorowako, ia merintis komunitas blogger Probans (kependekan dari Pro Blogger Wannabe Sorowako) sebagai upaya kolektif mewujudkan target WAH dan SAH. Cita-cita Herman barangkali terdengar nekat dan tak lazim bagi pekerja tambang yang sebagian besar kehidupannya relatif mapan dan sejahtera. Tapi, pilihan apa sih yang tak mungkin di jaman internet?

(Ditulis untuk Inkomunikasi, media internal PT Inco, Januari 2011)

Update:

Per-Oktober 2011, Herman mengundurkan diri dari tempat kerjanya dan memulai tapakan lanjutan sebagai pro-blogger. Kisah selengkapnya terdapat di sini. Selamat menikmati “mewahnya” WAH dan SAH, Kang!

Mengulik Dollar Lewat Internet

Seiring menjamurnya warnet dan berbagai paket koneksi internet yang ditawarkan provider telekomunikasi, pengguna internet di Sorowako melonjak luar biasa tiga tahun terakhir. Selintas pengamatan, profil pengguna internet di Sorowako sangat beragam. Tak hanya karyawan dan kaum muda, anak-anak serta kalangan ibu-ibu pun tak ketinggalan berasyik-masyuk dengan dunia maya.

Mereka memanfaatkan internet untuk berbagai keperluan: hiburan, berinteraksi atau berkomunikasi, sumber informasi, ataupun bisnis. Layanan online yang paling diminati adalah jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, juga layanan video Youtube, dan games online. Situs-situs gosip dan berita juga disuka, selain situs lowongan kerja, situs pengunduh lagu atau piranti lunak, blog, dan…situs-situs porno!

Ribuan pengguna internet di Sorowako itu merupakan bagian dari sekitar 45 juta pengguna internet di Indonesia. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga Juni 2010 ini berlipat puluhan kali dari tahun 2000, yang hanya 2 juta orang.

Mengail rupiah dengan internet

Kendati berinternet adalah aktivitas konsumsi, ternyata tak sedikit yang memanfaatkan internet untuk mendapatkan uang. Makin aktif, makin banyak uang yang diraup.

Rufaidah Toaha, contohnya.Export & Import Manager PT Inco ini memanfaatkan internet untuk memasarkan produk-produk perlengkapan bayi. Angka ratusan ribu hingga jutaan rupiah per bulan pernah dikantunginya.

“Cara promosi favorit saya lewat Facebook dan email, karena bisa membidik market yang lebih spesifik yaitu ibu-ibu,” kata Ida, panggilan akrab Rufaidah. “Walaupun tidak memiliki toko offline, berkat internet konsumen produk saya tersebar di seantero Indonesia Timur, bahkan Jakarta,” ujarnya.

Sayang, karena kesulitan membagi waktu antara keluarga, kerja, dan bisnis, toko onlinenya, http://www.ananababyshop.com, diistirahatkan untuk sementara.

Rezeki lewat online juga dinikmati Ichwan Andrianto, Instrument Engineer PT Inco. Namanya cukup dikenal di bursa-bursa forum fotografi online, seperti http://www.fotografer.net dan http://www.lensamanual.net. Pasalnya, sejak satu tahun terakhir lensa bekas hasil oprekannya laris diperebutkan pembeli.

“Semua berawal dari hobi fotografi,” kisah Ichwan. Karena kesulitan mencari perlengkapan fotografi yang berkualitas tapi murah, ia lantas rajin mengubek-ubek internet guna mendapatkan barang yang dicari dan menambah pengetahuan memperbaiki lensa rusak. “Lensa-lensa itulah yang saya jual lewat bursa jual-beli di forum fotografi. “Pembelinya tak sebatas dari Indonesia, tapi juga luar negeri juga lho,” jelas Ichwan bangga. Kini, rata-rata Rp5-10 juta ia raih per bulan.

Ida dan Ichwan hanyalah contoh kecil dari praktik yang dikenal sebagai internet marketing (IM) atau pemasaran melalui internet. Istilah ini populer satu dekade terakhir, seiring makin lazimnya toko-toko berbasis internet dan transaksi keuangan secara online.

Berkat internet, warga kota kecil di pelosok Sulawesi seperti Sorowako pun bisa berkiprah di pasar nasional, bahkan internasional.

’Ngeblog’ dapat duit

Berkebalikan dengan popularitas Facebook atau Twitter, blog —catatan online yang diperbarui secara berkala— sepi peminat di Sorowako. Padahal Indonesia adalah tiga besar pemakai WordPress, platform blogging paling populer. Namun kecenderungan ini mungkin tak bertahan lama, lantaran blog makin kerap dipakai pemasar online untuk mengumpulkan rupiah, bahkan dollar!

“Kalau sudah lihai ’ngeblog’, dapat ribuan dollar per bulan pun bukan impian,” ujar Marsuki, PM Furnace Planner PT Inco. Sejak 2005 Marsuki atau Chokey telah mengulik berbagai peluang penghasilan online. Baru satu tahun terakhir ia fokus pada program affiliasi dan dropshipping dengan mengembangkan blog www.belajaraffi liasi.com.

“Affiliasi itu program semacam makelar atau marketing freelance, tapi medianya internet dan pasarnya nasional hingga internasional,” lanjut Chokey. Sangking aktifnya di dunia affiliasi, baru-baru ini ia ditunjuk menjadi Affiliate Manager untuk salah satu situs affiliasi dari negara Inggris.

Chokey tidak sendirian. Bersama enam rekannya dia aktif dalam komunitas IM di Sorowako. “Namanya PROBANS, singkatan dari Pro-Blogger Wannabe Sorowako. Kami rutin ketemuan minimal sebulan sekali untuk berbagi informasi mengenai internet marketing,” kata pria berjenggot lebat yang juga kampiun dalam olahraga taekwondo ini. Probans sendiri dikenal sebagai penyebutan generik untuk pakaian tahan-api yang lazim dikenakan karyawan-karyawan PT Inco yang bekerja di area pabrik/process plant.

“Tak hanya mengupas marketing, masalah-masalah teknis seperti mempercantik tampilan blog atau cara mengoptimalkan alat pembayaran online juga kami diskusikan,” timpal Herman Yudiono, Chemist PT Inco, penggagas PROBANS. Beruntung, rekan sekantornya, Umar Kasmon, cukup piawai dalam bahasa pemrograman dan desain website. Tak pelak Umar-lah yang diandalkan sebagai tempat bertanya masalah-masalah teknis pengelolaan blog.

Berbeda dengan Ida dan Ichwan, Herman dan rekan-rekannya tidak memiliki produk untuk dipasarkan secara langsung. Alih-alih mereka memasangi blog-blog yang dikelola dengan program-program pemasaran online, baik Pay Per Click (PPC), Cost Per Action (CPA), ataupun affiliasi. Program seperti Google Adsense, Amazon Associate, Text Link Ads, Admobs, Clickbank, paid review dan puluhan program lainnya, termasuk program affiliasi dan iklan-iklan online dari Indonesia, telah dijajal oleh pegiat Probans.

Dari berbagai program itulah mereka menggaet fulus. Sebagian dalam dollar. Herman Yudiono menyebut penghasilannya rata-rata 300 dollar AS per bulan dari aktivitas IM. Jumlah yang kurang lebih sama diraih Umar Kasmon lewat Adsense plus penjualan template dan desain blog.

Sedangkan Chokey menyebut penghasilannya rata-rata 200 dollar AS per bulan, antara lain diperoleh dari Adsense dan affiliasi obat kesehatan pria serta paket umrah. Faisal, Instrument Hydro Maintenance, mengantungi minimal 100 dollar AS per bulan, juga dari Adsense dan Admobs, layanan iklan rilisan Google yang khusus ditampilkan pada perangkat mobile.

Franky Waworuntu, PM Dryer Planner, menyebut angka 100 dollar AS per bulan dari paid review dan jualan link, sementara Harfiadi Arifin, Property & Insurance Accountant PT Inco, mengaku penghasilan onlinenya masih minim lantaran hanya fokus pada paid review saja. “Rata-rata hanya $20 sebulan, tapi potensinya menjanjikan jika bisa meluangkan waktu lebih banyak,” ujar Harfiadi.

Keterbatasan waktu memang kendala utama mereka. Selain akhir pekan, waktu luang mereka untuk mengelola blog hanya malam hari, setelah usai kerja dan urusan rumah tangga beres. “Biasanya saya kerja online 1-3 jam, setelah anak saya tidur. Kalau akhir pekan waktu lebih leluasa, tetapi itupun harus berbagi dengan acara keluarga,” imbuh Harfiadi.

Hambatan lain adalah kualitas koneksi internet yang masih acak-adul alias tidak stabil. Padahal sebagian besar aktivitas mereka menuntut stabilitas koneksi internet untuk mengunggah dan mengunduh (upload dan download), termasuk artikel, foto dan video, serta mengoperasikan piranti lunak online.

“Menurut saya itu bukan masalah besar,” tukas Franky. “Yang mesti mendapat perhatian lebih adalah kemauan untuk fokus, konsisten, dan sabar. Sebab internet marketing bukan program untuk kaya semalam,” lanjutnya lugas.

Dari pengalaman Franky, untuk mendapatkan penghasilan online, paling tidak butuh waktu setahun. “Jadi omong kosong kalau ada blog yang baru seumur jagung bisa menghasilkan puluhan juta rupiah sebulan. Jangan percaya itu!” tegas Franky.

Meski mereka berenam intens mengurusi blog masing-masing, baru Herman yang merintis langkah-langkah menjadi pro-blogger atawa profesi utamanya nge-blog. “Lewat internet marketing, saya ingin mewujudkan impian saya berkantor di rumah,” ujar Herman. Lebih lanjut tentang langkah-langkah Herman mewujudkan impiannya, silakan baca di sini.

Nah, kalau Anda kecanduan internet atau punya impian untuk bekerja tanpa meninggalkan rumah, kenapa tidak melirik potensi ’ngeblog’ ini? Herman, Chokey, dan rekan-rekannya menyatakan siap membagi pengalaman mereka. Tunggu apa lagi?

(dipublikasikan di Inkomunikasi, majalah internal PT Inco, Januari 2011)

Godaddy Coupon $1.99

godaddy coupon code 199

Lama nggak update blog ni, lagi sibuk ngobyek offline soalnya 🙂 Kalau ndak ada kabar baek perihal godaddy coupon $1.99, belum tentu juga saya bikin postingan baru, haha!

Back to subject, yang lagi pada ngincar domain murah buruan deh. Mau daftarkan .com, .net, .org atau sekian jenis TLD yang lain hanya kena $1.99 plus $0.20 untuk biaya ICANN. Jadi totalnya $2.17. Lumayan banget, wong biasanya memanfaatkan kupon-kupon promo yang beredar, paling banter saya dapet harga diskon $7.17. Itu sudah yang paling murah.

Tapii, ada tapinya ni. Promo ini hanya berlaku untuk pembelian satu domain per-orang/akun, untuk domain baru dan transfer saja. Jadi yang mau renewal musti kecewa :(. Waktunya pun terbatas, hanya berlaku untuk hingga pertengahan November 2009 atau setelah ada 7500 pemakai kupon. Artinya, kalau akhir Oktober ini sudah ada 7500 pembeli domain baru di godaddy yang memanfaatkan kupon tersebut, program promo otomatis habis. So, buruannnn!

O iya, promo codenya kupon promo godaddy ini geo199.

 

 

Nge-Blog Ringkas dengan Posterous

Dari jalan-jalan ke Technosight.com, perhatian saya terantuk oleh posting Ken Yarmosh mengenai fenomena kesegeraan atau timeliness dalam layanan-layanan berbasis web, termasuk blog.

Setelah sebelumnya para blogger mengandalkan aggregator dan RSS untuk memeroleh informasi dari situs (blog) yang mereka ikuti secara cepat, kemudian twitter, kini muncul Posterous. Layanan gratis yang dirilis Sachin Agarwal dan Garry Tan ini belakangan dianggap merepresentasikan fenomena real-time web dalam artian konten tersaji (di banyak layanan publikasi) begitu tombol publish diklik.

Wuih, menggoda juga ya? Dari pengalaman saya membuat satu akun di Posterous, tak berlebihan jika saya katakan layanan ini sebagai fasilitas nge-blog paling ringkas, namun tetap se-powerfull layanan blog lain seperti WordPress, Blogger, atau Typepad. Langkah-langkah pembuatan akun pun sederhana saja.

Ada dua cara untuk mendapatkan akun Posterous. Pertama, melalui email. Ya, cukup mengirimkan email kosong, atau berisi tulisan apapun yang pengin anda online-kan ke post@posterous.com. Anda bahkan bisa melampirkan image, video, atau MP3. Aplikasi bisa menggunakan email Google, Yahoo, Hotmail, atau layanan email lainnya.  Sebentar kemudian akun anda akan diaktifkan dengan URL http://nama-anda.posterous.com.

signup-emailsmall
posterous sign up process 1
sign-up_small
posterous sign up process 2

Cara yang kedua, kunjungi blog-blog yang telah online di Posterous (gambar paling atas, ditampilkan di bagian bawah halaman muka), kemudian klik “Get your own posterous” yang terletak di bagian kanan atas halaman. Isi nama akun anda dan email yang akan digunakan untuk mengupdate blog nantinya.

confirm-email_small

confirmed_manage_small

Akses email yang anda pakai untuk mendaftar, kemudian konfirmasikan aplikasi anda. Jendela baru akan terbuka yang menginformasikan validasi email yang telah dilakukan. Asyiknya, anda bisa menambahka email lain untuk mengupdate blog.

newpost-page_small

Selain melalui email, anda juga bisa mengirimkan posting langsung dari akun Posterous. Buka menu Manage, kemudian pilih drop down list pada button Post by Gmail (atau email lain yang anda daftarkan), kemudian pilih post by web. Halaman new post muncul. Bagi pengguna layanan wordpress.com atau blogger.com tentu tak asing dengan menu-menu pada halaman ini.

Gitu saja? Eits, masih banyak fitur keren lainnya. Tengok menu FAQ di menu bar bagian bawah. Selain muncul aneka pertanyaan dan jawaban, pada menubar bagian atas terdapat berbagai pilihan. Coba klik Bookmarklet. Dengan memasang bookmarklet button pada menubar browser (cara pasangnya klik dan drag ke menubar),  Anda bisa dengan cepat memposting berbagai file dokumen, image, dan multimedia ke blog posterous. Snap!

bookmark_small

Caranya begini.

grab-image_small

grab-videosmall

Yang tak kalah ciamik, menggunakan fitur Autopost, dalam sekali upload kita bisa menampilkan posting kita di Facebook, Flickr, Twitter, Picassa, Tumblr, juga blog di WordPress.com/org dan Blogger.com!

autopost_small

Jika blog punya RSS, Posterous menawarkan menu MySubscriptions untuk mengikuti blog-blog berbasis layanan ini. Ada belasan ribu blog siap menerima kita sebagai pelanggan konten-konten mereka, termasuk diantaranya Guy Kawasaki. Ia meringkas Posterous dengan menarik, “For everything that’s slightly less than a blog post but slightly more than a tweet”

subsribe-other-posteroussmall

Memang tampilan blog berbasis posterous sangat simpel. Tak banyak informasi bisa dimasukkan pada sidebar selain link RSS feed, tag postingan, dan informasi pengelola blog. Tidak ada blogroll, kategori, apalagi widget warna-warni yang acap dipasang pada blog berbasis WordPress atau Blogger.

Tapi tenang saja, kabarnya pengembang Posterous akan segera mengeluarkan theme untuk blog yang menggunakan layanan ini. Sip tho? Enak tho? (dengan suara serak-serak Surip 🙂 )

Gagal Dapat Komisi dari Tuan Tepis

walter spies

Empat belas sketsa, kata temanku. Masing-masing 200 juta, lanjutnya. Rupiah, tegasnya. Wadow, sketsa macam apa 200 juta rupiah? Emang karya siapa? Si teman lantas mengangsurkan kamera digital. Layarnya memperlihatkan sketsa serangga pada kertas yang memburam. Detail dan warnanya memudar. Ada tanda tangan tak terbaca dan angka tahun 1932. “Karya Walter Spies”, jawab temanku.

Walter Spies, nama itu acap tertera dalam katalog-katalog jual beli lukisan yang digelar balai lelang di dalam negeri. Sejumlah karyanya mengenyak dunia ketika laku belasan milyar rupiah saat dilelang Sotheby’s di Singapura pada 2003. Meski populer dibalai lelang, dan juga diidentikan dengan pembaruan senirupa Bali, nama Walter Spies rupanya sayup-sayup saja di kalangan perupa muda Indonesia. Beberapakali saya bertemu mahasiswa perguruan tinggi seni yang tak kenal perupa berdarah Jerman yang lama mukim di Bali ini.

“Kayaknya sih nama dia pernah disebut dosen, tapi lupa nih”, demikian jawaban yang umum. Boleh jadi masa yang terentang antara mereka terlalu panjang. Maklum saja Walter Spies berkarya di Indonesia (Hindia Timur pada waktu itu) pada tahun 1920-an hingga kematiannya sebagai tahanan perang pada awal 1940-an. Pun ia hanya meninggalkan tigapuluhan karya (lukisan) saja, puluhan sketsa, dan tari kecak!

Ya tari kecak. Spies adalah salah seorang yang berperan besar menggubah tari dinamis yang berakar pada kisah Ramayana dan diminati wisatawan itu. Tak heran jika di Pulau Dewata nama Walter Spies diingat secara berbeda. Menurut Didi Kwartanada, sejarawan muda Indonesia, kaum tua di Ubud lebih mengingatnya sebagai sebagai Tuan Tapis Tepis, pelafalan lokal dari nama Barat-nya. Selama di Hindia Timur, Spies memang menghabiskan sebagian besar waktunya di Ubud dan Iseh, Karangasem.

Tak salah bila masyarakat Bali mengistimewakan sosok Walter Spies. Selain menggubah tari kecak, ia mengolah corak lukis tradisional Bali sehingga seperti yang kita kenal saat ini. Beberapa film dan buku mengenai Bali tak lepas dari peranannya. Ia pula yang memperkenalkan Bali pada para seniman dan peneliti Eropa, beberapa diantaranya akhirnya memutuskan tinggal di pulau ini. Sebut saja Theo Meier, Arie Smith, Le Mayeur dan Margaret Mead. Karenanya pula Charlie Chaplin, komedian tenar di tahun 1930-an berkunjung ke Bali.

Spies tinggal di Bali selama 14 tahun, dari total delapan belas tahun yang dihabiskannya di Hindia Timur. Empat tahun sebelumnya, Spies tinggal di Yogyakarta, setelah beberapa bulan sebelum itu bermukim di Bandung.

Kisah kedatangannya di Hindia pun penuh liku. Spies dilahirkan di Russia pada tahun 1895, waktu itu ayahnya menjadi diplomat Jerman yang ditempatkan di Russia. Menjalani masa remajanya di Jerman, Spies berhubungan erat dengan Frederich Murnau, sutradara terkemuka di Jerman, bahkan dikisahkan berbagi kasih sebagai pasangan homoseks. Lewat Murnau, Spies mengenal dan belajar dari Otto Dix dan Oskar Kokoschka, dua perupa besar yang mewarnai seni rupa garda depan di Jerman. Namun Spies mengagumi Marc Chagall dan Paul Klee.

Jenuh dengan irama hidup Eropa dan kekangan Murnau, Spies melamar menjadi kelasi kapal muatan yang berlayar menuju Asia. Hiruk pikuk pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia memikatnya, iapun menanggalkan pekerjaannya sebagai kelasi dan menapakkan kaki di Batavia. Waktu itu tahun 1923.

Daya tarik Batavia rupanya cepat memudar, segera ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai pemain dan pengajar kursus piano yang piawai. Namanya dengan cepat kondang diantara orang-orang Eropa yang tinggal di Hindia. Namun ia tak kerasan tinggal di Bandung. Pucuk dicinta ulam tiba, Spies diminta bergabung dengan orkes kecil di Yogyakarta sebagai pemain piano. Namun beberapa bulan berselang, kontraknya kerjanya usai.

Tak lama menganggur, ia diminta raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, untuk membenahi orkes musik Barat yang ada di Kraton Yogyakarta. Dengan segera kelompok musik yang dibinanya berkembang menjadi orkes simfoni yang mampu menampilkan gubahan karya-karya Bach, Haydn, Beethoven, dan Mozart. Spies bahkan sempat memulai proyek penotasian nada-nada/partitur gamelan Jawa. Empat tahun berkarya di Yogyakarta, pada 1927 Spies memutuskan pindah ke Bali yang pernah dikunjunginya pada tahun 1925.

Di Bali ia menjadi legenda. Namun akhir hidupnya sangat tragis. Pada 1942, Spies ditangkap pemerintah Hindia Belanda menyusul penyerbuan Jerman ke Belanda oleh Hitler. Ketika Perang Dunia II memanas dan ancaman Jepang menguat, para interniran Jerman di Hindia dipindahkan ke Ceylon (Srilanka). Naas, dalam perjalanan menuju Ceylon, kapal Van Imhoff yang ditumpangi para tahanan dihantam torpedo kapal perang Jepang, sehingga karam di perairan barat Sumatera. Kapten kapal menolak membebaskan mereka yang terkunci di sel tahanan tanpa perintah resmi dan membiarkannya tenggelam ke dasar lautan. Hidup Walter Spies berakhir di sini.

Kembali ke sketsa yang dijual teman saya, belakangan diketahui sketsa-sketsa itu karya palsu. Setidaknya demikian hasil pengamatan seorang kurator di Jakarta dan kolektor ternama yang tinggal di Magelang. Menurut mereka, sketsa satu-200-juta itu adalah bagian dari kejahatan sindikatif pemalsu lukisan. Uff.

So, gagallah saya mengantongi komisi jualan sketsa Tuan Tapis Tepis 😦

(sumber foto: blog.baliwww.com)

Ayo Sedot Jutaan eBook gratis di World eBook Fair 2009!

Bagi penggila ebook, acara ini pasti layaknya surga.Bagaimana tidak? Bulan ini tersedia dua juta dua ratus limapuluh ribu judul siap diunduh, gratis pula! Yap, tepatnya 2.252.000 judul! Tapi, kesempatan untuk mendownload hanya satu bulan lho, sampai awal Agustus 2009. Makanya buruan!

Ke mana?

O iya, maaf, maaf. Kelupaan saking semangatnya. Langsung saja ke TKP World Ebook Fair (WeBF) di sini. Cari tombol “Collection”, pilih link lembaga penyedia ebook, langsung siap sedot sepuasnya.

Sekadar info, tahun ini WeBF memasuki gelaran ke-4. Jutaan koleksi ebook yang ditawarkan dalam WeBF antara lain diperoleh  dari Project Gutenberg (100ribuan judul), the World Public Library  (500ribuan judul), The Internet Archive (1.385 ribu judul), 250.000-an judul dari eBook About Everything, dan 17.000 judul lebih dari IMSLP. Ditambah pula kontribusi dari seratusan lebih eLibrary (perpustakaan digital) dari seluruh dunia.

Selain dalam format PDF, ebook-ebook tersebut tersedia juga dalam format yang bisa dibaca melalui software ebook reader pada beberapa merk handphone.

Rencananya, seusai WeBF pada 4 Agustus mendatang,kita masih diberi kesempatan untuk memilih dan mengunduh gratis 500.000 ebook dalam format PDF. Kesempatan ini terbuka hingga akhir 2009. Hanya saja, kali ini ada syaratnya.Tapi mudah kok, tinggal gabung saja dengan The  World Public Library dengan membayar iuran tahunan US$8.95. Super murah kan? Nah, tunggu apa lagi?

Di bawah ini beberapa link koleksi ebook dari lembaga-lembaga pendukung WeBF 2009.

Alex Catalogue of Electronic Texts Collection
adalah koleksi dokumen digital dengan topik antara lain Sastra Amerika, Sastra Inggris, dan filsafat Barat.(706 PDF eBook)
1234

Asian Classics Input Project
Menawarkan 4300 koleksi ebook dalam format PDF dan TXT dengan tema filsafat Asia.

Author’s Community Collection
387 ebook fiksi dan non fiksi kontemporer dengan berbagai genre.

CIA’s Electronic Reading Room
Informasi-informasi CIA yang telah dirilis untuk publik.

Center For World Indigenous Studies  (CWIS)
Koleksi ebook mengenai upaya-upaya peningkatan akses pengetahuan dan gagasan, peningkatan kerjasama, dan demokratisasi hubungan antarmanusia, bangsa, dan negara.

Setengah Hati Menolak Paid Review dari Blogvertise

wordpress-TOS

Hari ini lima penugasan (tasking) dari Blogvertise (BV) nongol di inbox email saya. Wait a minute, mestinya sudah pada tahu Blogvertise kan? Itu tuh, salah satu broker paid to review (PTR) alias review berbayar. Yakni mem-posting iklan yang disamarkan sebagai artikel review, biasanya sepanjang 200-an kata atau lebih, yang diimbuhi tautan ke layanan atau produk komersial dari pemberi tugas/pengiklan.

Selain Blogvertise, populer pula ReviewMe, BuyBlogReview, Smorty, BlogToProfit, SponsoredReview, dan lain-lain. Mulai marak pada 2006 ,  kini PTR  menjelma jadi salah satu dambaan para blogger yang me-monetasi (hayah, apa lagi ini?) blog-nya.

Ok, balik ke lima tasking tadi ya. Pada minggu sebelumnya BV juga telah mengirimkan enam tasking senilai masing-masing US$ 10 ke email saya. Hitung punya hitung, sedikitnya US$100 bisa masuk kantung di akhir bulan. Lumayan buat nombok beli minyak tawon 🙂

Sebetulnya, heran juga kok ada pengiklan yang tertarik dengan blog ini. Wong blog sendaljepit ini masuk prioritas kesekian dalam hidup saya. Jadinya lumayan terlantar, jarang berisi posting baru, dan tampilan seadanya dan dikunjungi tak lebih dari 100 netter saja setiap harinya.  Page rank-nya sih 3, termasuk lumayan, tapi Alexa-nya di atas empat juta! Profil yang kurang meyakinkan untuk pengiklan PTR yang rata-rata menghendaki ranking Alexa di bawah 1 juta.

Tapi nyatanya, total sebelas tasking saya terima dalam dua minggu ini. Satu review telah saya kerjakan dan terupload di blog ini, sepuluh sisanya, dengan hati tersayat, saya tolak. “Deny” istilah yang dipakai di layanan ini. Kenapa gerangan?

Begini. Sesaat selesai mengirimkan hasil review pertama, saya iseng mencermati Term of Service (TOS) Blogvertise dan mendapati pasal yang berbunyi ‘blog berbasis layanan gratis WordPress.com tidak diterima. Alasannya, WordPress menyebutkan dalam TOS-nya blog dalam layanannya tidak boleh diisi dengan iklan-iklan komersial.Ini nih cuplikannya:

We have a very low tolerance for blogs created purely for search engine optimization or commercial purposes, machine-generated blogs, and will continue to nuke them, so if that’s what you’re interested in WordPress.com is not for you. A self-hosted solution would be much more appropriate for you; suitable hosts can be found at http://www.wordpress.org/hosting (lengkapnya ada di sini)

Tercakup diantaranya Adsense, Yahoo, Chitika, TextLinkAds,  paid to review, affiliate/referral marketing, adsense, atau jenis iklan lain. Jika melanggar, WordPress tak segan menutup sementara (suspend) blog bersangkutan. Alamak, merananya hidup menumpang!

Buru-buru saya browing tentang ini. Sumpah saya baru tahu kalau ada aturan seperti itu. Dengan keyword “wordpress + paid to review” saya dapat kan beberapa link yang membahas hal ini, termasuk laporan pemilik blog yang sudah kena penalti dari WordPress. Blognya di-suspend. Ada pula blogger yang dikembalikan akses pada akun-nya setelah bersedia menarik posting paid review.

Memang sih kasus-kasus itu kebanyakan terjadi di tahun 2007 dan satu-dua kasus pada 2008. Walau belum menemu kejadian di tahun 2009, tapi demi amannya saya tolak semua tasking baru dari BV meski konsekuensinya dollar urung nyampir di saku. Hik.

Yang masih menggayuti pikiran saya, jika TOS di kedua layanan ini jelas-jelas berbunyi blog gratisan WordPress dilarang ikutan PTR, kenapa juga blog ini, yang jelas-jelas mengandung nama domain .wordpress.com masih juga diterima oleh Blogvertise? Ada yang punya jawaban?

Ketika Safety Ditelan Raungan Knalpot

Barangkali mereka hanyalah anak-anak muda yang menganggap kemenangan suara sebagai unjuk eksistensi. Atau ekspresi. Walau, tak tertutup kemungkinan raungan knalpot adalah ungkapan agitasi, agresi atau dominasi. Yang tak saya ketahui, aksi semacam ini entah mereka tujukan pada siapa.

Sejak akhir tahun 2008 lalu, ketika saya mulai bermukim (kembali) di Sorowako, kawasan pertambangan nikel di selangkangan Pulau Sulawesi, adu kencang suara motor agaknya mulai lumrah. Tak puas hanya adu suara knalpot, seringnya pengendara motor adu kebut di jalanan umum yang sempit nan ramai. Tak sekali dua kali terjadi kecelakaan fatal. Saya kurang tahu persis angkanya, yang pasti ratusan kecelakaan lalu lintas, dari kelas lecet-lecet sampai tubuh hancur terjadi setiap tahunnya. Terhitung tinggi prosentasenya, mengingat jumlah penduduk Sorowako dan sekitarnya baru di bilangan 30-an ribu jiwa saja.

Kejadian itu adalah ironi bagi kampung yang berjuluk “kota nikel” ini. Pasalnya, isu keselamatan alias safety sebetulnya bukan barang baru. Malah bisa dikatakan sebagai isu yang hot lagi seksi alias kerap didengungkan sebagai wacana utama. Meski lebih sering dalam konteks kegiatan pertambangan.

Dari yang saya ingat, pada tahun 2007 dan 2008, selain mengadakan pelatihan keselamatan berkendara secara aman (safety driving/riding training) bagi ribuan pekerja tambang, beberapa kali diadakan juga pelatihan untuk masyarakat umum. Pengojek dan kalangan muda menjadi sasaran utama. Bagi karyawan, pelatihan yang disusul ujian praktik ini adalah syarat dasar memerolah surat ijin mengemudi (SIM) perusahaan. Yakni lisensi yang menyatakan ia tahu dan mampu melintasi rupa-rupa jenis medan dan situasi di kawasan tambang. Sedangkan para pengojek dan anak-anak sekolah lebih memburu helm gratis dan diskon 75%!

Pelatihan yang dipandu trainer profesional dari Indonesian Defensive Driving Training (IDDT) ini menekankan perilaku berlalulintas secara defensif atau antisipatif. Pengendara mobil atau motor dibekali teori mengantisipasi celaka berkendara, mencakup pengetahuan akan rambu lalu-lintas, spesifikasi dan kemampuan teknis kendaraan, risiko-risiko berkendara, bahkan cara perawatan kendaraan bermotor. Usai teori, praktik perawatan kendaraan dan mengemudi wajib dijalani.

Yang mengesan bagi saya, waktu mencari SIM perusahaan, adalah sesi commentary driving. Saat berkendara, oleh instruktur kita diminta melisankan situasi jalanan dan tindakan yang kita ambil. Pokoknya disuruh bicara sendiri, bisa bergumam atau lebih baik lagi dengan suara kencang.

Misalnya, ketika kita sedang menyetir mobil melalui kompleks sekolah dasar, idealnya kita mendeskripsikan suasana seperti “limapuluh meter meter lagi sekolah, sepertinyas sedang jam istirahat, banyak anak sekolah menyeberang jalan dan belarian di kanan kiri jalan. Di depan ada polisi tidur cukup tinggi, kurangi kecepatan, turun ke gigi dua, bunyikan klakson untuk berkomunikasi. Di kiri jalan bus sekolah parkir menghalangi separuh jalan, belakang aman, klakson lagi untuk memastikan…dst”.

Prosedur commentary driving dimaksudkan untuk membiasakan kita mengamati situasi, dan bertindak antisipatif pada setiap potensi kecelakaan. Dari sekadar gumaman, kesiagaan akan terlatih. Tapi, kini gumaman keselamatan diri agaknya terancam raib ditelan bunyi knalpot! Wah!

Baca juga:

Shopwiki: A Wiki-ternative to Online Shopping

Have you guys had any experience with online shopping? I myself do have little history with such kind of purchasing. From my experience, and many other as some research revealed, usually, search engines are the first harbor for people doing internet shopping. Open up Google, Yahoo!, or other engines, type the brand you quest for, and voila! A usual mix up search results left you puzzling. Haha.

Relatively in par with Google’s Froogle and Yahoo Shopping for Yahoo, but in a more specific approach, a site is stand out in terms of online shopping assistant. That is Shopwiki. Like the two search engines do, the wiki-based service also crawling for information into the web jungle. But it has single mission: to list (only) stores and products on the sale. This way, Shopwiki diverge its operation with most online shopping sites, which list only stores paid to them.

To search products on sale with Shopwiki is easy. Let’s say you hear your favorite shoe brand launched a new running collection. Your hands are itching to get one, nevertheless need to compare it with competing product from other brands. Instead of hitting search button in Google or Yahoo, you could find the info by simply typing ‘running+shoes’ in the wiki search box. Aside of showing results filtered by price and color range, a list of brands related to the search results accompanied the searched information. This give you, a brand-conscious buyer, a chance to further compare the product brands by brands.

If you want to start with a general choices, better you scroll down the directory list for Shoes, under Accessories category, which actually ended up to the same result if you type-search for ‘shoes’. Sometimes the exactly same keyword also listed in a lower category of a general category. Put as an example, there are shoes under wedding category. Developed in such a way, the category will help you to narrow down your search and find what you’re looking for.

In spite of its simple look, the site provides the visitor with general introduction as an addition to product reviews and tips, too. For me, Shopwiki is a perfect alternative, if not my main site to shop online.

100 untuk Rossi!

DSC06917

Adu balap Valentino Rossi dengan Jorge Lorenzo pada ajang MotoGP di Catalunya terulang di sirkuit Assen, Belanda, 27 Juni 2009. Pembalap berjuluk The Doctor ini kembali memaksa Lorenzo, dan Casey Stoner, mengekornya setelah saling kebut pada lap terakhir.

Kemenangannya kali ini mencatatkan Rossi sebagai pembalap kedua yang mencatat 100 kali finish di urutan pertama dalam ajang MotoGP. Pembalap pertama yang berhasil mengantungi 100 kemenangan adalah
Giacomo Agostini, yang juga berasal dari Italia. Agostini mencatat 122 kemenangan sepanjang karirnya.

100 untuk Rossi! Brummmm!

Animals Don’t Talk, Because They Don’t Lie

“Animals don’t talk, because they don’t lie” (seorang penjaja seks dalam film Breaking and Entering karya Anthony Minghella).

Siapa belum pernah berbohong? Pasti Anda sedang berpura-pura jika mengacungkan jari. Dalam kadar seminimal apapun, bahkan mungkin para nabi, sekali waktu pasti pernah mengucapkan kebohongan. Entah dengan tujuan lurus, atau sebaliknya.

Lantas, kenapa orang berbohong? Merujuk judul di atas, tentunya bukan karena orang–manusia–bukanlah hewan. Meski, para biolog memandang manusia adalah juga hewan,hanya saja ia dilengkapi atribut bisa berpikir alias thinking animal. Tetapi, justru atribut yang “hanya” inilah yang menjadi batas tegas yang mana manusia, yang mana hewan. Agaknya dengan kemampuan berpikir inilah, plus kemampuan berbahasa tentunya, manusia menjadikan bohong bagian dari hidupnya.

Sejarah mencatat kebohongan demi kebohongan terlampir pada peradaban yang bersulih. Kitab-kitab suci samawi menyebutkan Khabil (Cain) berbohong kepada Adam, bahwa Habil (Abel) minggat. Padahal jasad Habil dikuburnya setelah terbunuh saat mereka bersengketa memerebutkan seorang wanita. Mungkin inilah kebohongan kedua di dunia, dalam konteks keagamaan, setelah bujuk rayu iblis pada Adam dan Hawa untuk menyantap buah larangan di surga.

Masih dari kisah kitab suci, karena rasa iri atas timpangnya distribusi kasih sayang sang ayah, Ayub, saudara-saudara Yusuf meninggalkannya terperangkap di dalam sumur tengah gurun. Pada Ayub, suadara-saudara Yusuf mengisahkan cerita bohong bahwa adik mereka ditahan oleh prajurit kerajaan karena kedapatan mengutil alat timbang milik pedagang di pasar ibukota. Kebohongan mereka menghancurkan hati dan membutakan mata Ayub.

Pada konteks yang lebih baru, pada 1960-an, keberhasilan Apollo 11 mendarat di bulan memantapkan dominasi Amerika Serikat di dunia dalam bidang teknologi dan kompetisi luar angkasa. Namun, beberapa tahun lalu, orang terperangah ketika diulik kemungkinan pendaratan di bulan itu hanya isapan jempol saja. Tak hanya dalam bidang teknologi, Amerika Serikat dicatat sering menyebarkan kabar dusta sebagai dalih untuk berperang atau menutupi intensi imperialismenya.

James Bovard dalam tulisannya di Freedom Daily, memberikan beberapa ilustrasi. Tahun 1846, James K. Polk memicu perang Amerika melawan Meksiko dengan menyiarkan serangan pasukan Meksiko pada penjaga perbatasan AS. Belakangan, Abraham Lincoln mengecam bahwa aksi ini berpangkal dari informasi palsu. Pada 1945, Harry Truman mengibuli rakyat Amerika bahwa pasukan mereka menjatuhkan bom atom pada “pangkalan militer” di Hiroshima untuk meminimalkan korban sipil. Padahal ratusan ribu sipil meregang nyawa. Pemerintah AS menyortir foto-foto kerusakan dan korban di Hiroshima agar bukti kekejian bom atom tidak terpapar pada publik Amerika.

Belum lapuk dari ingatan kita aneksasi Iraq ke Kuwait pada 1990. Gorge Bush Sr.ikut gerah dan mengirimkan 500.000 tentara AS dengan dalih satelit mereka menangkap gerakan pasukan Iraq di perbatasan Arab Saudi, mengancam salah satu sumber minyak terkaya di dunia itu. Foto satelit itu tak pernah dirilis oleh Pentagon ke publik.

Sebuah harian Amerika, St. Petersburg Times membeli foto satelit dari Rusia yang merekam lokasi dan waktu yang sama dengan klaim Amerika dan mendapati gambar gurun yang kosong. Bush pun memperkaya alasan berperangnya dengan kesaksian seorang gadis Kuwait, yang belakangan terungkap berbohong, bahwa pasukan Iraq mencabuti selang-selang oksigen dari ratusan inkubator dan membiarkan ratusan bayi meregang nyawa. Cerita ini sering disitir Bush untuk mendulang dukungan kalangan konggres.

Satu dekade setelahnya, gliran Bush Junior mengobarkan perang pada Iraq. Kali ini alasan penguatnya adalah senjata pemusnah massal yang dikembangkan Iraq. Klaim ini belakangan juga tersingkap sebagai kebohongan. Namun Saddam Hussein dan ribuan rakyat Iraq, juga ribuan tentara AS, terlanjur tewas. Baghdad yang menyimpan bukti-bukti peradaban tinggi ribuan tahun lalu pun lantak.

Pada ranah yang lain, kebohongan pun meruak dalam bidang media. Tahun 1972, Clifford Irving diganjar hukuman 17 bulan penjara karena mengecoh penerbit besar McGraw-Hill. Ia memalsukan tulisan dan tanda tangan miliuner eksentrik Howard Hughes, menyaru sebagai si milliuner dengan merekam suaranya sendiri, dan menyatakan Hughes memintanya untuk menulis otobiografi. McGraw-Hill tertipu hampir US$ 1 juta, namun tipudaya Irving terkuak setelah Howard Hughes, yang bertahun-tahun menghilang dari publisitas, secara langsung membantahnya. Kisah Irving diangkat ke layar lebar dengan judul The Hoax (2006), dari buku berjudul sama karya Irving di tahun 1982.

Hampir sama, Stephen Glass, penulis muda cemerlang pada media terkemuka di AS, New Republic, memalsukan 27 artikel yang seolah hasil reportase brilian. Kisahnya pun diangkat menjadi film bertajuk Shattered Glass.

Isapan jempol, kabar burung, dusta, pura-pura, akting, lain di mulut lain di hati, hoax, prank, trick, scam, atau apapun istilahnya, sedikit banyak merujuk pada makna yang setara dengan bohong. Tetapi, kembali ke pertanyaan semula: kenapa orang berbohong?

Kejadian-kejadian diatas, sekian dari jutaan, bahkan mungkin miliaran kebohongan yang tercatat dalam sejarah manusia, mengungkap motif-motif kenapa orang berbohong. Pertama, untuk bertahan hidup. Kedua alasan ekonomi, bisa jadi karena kekurangan atau sebaliknya, keserakahan. Ketiga, demi kekuasaan atau kemegahan diri. Alasan ini kerap bertemali erat dengan alasan ekonomi. Keempat, untuk menyelamatkan muka, martabat, atau menutupi kebohongan sebelumnya. Kelima, mungkin, demi kebohongan itu sendiri. Apa lagi ya? Ada alasan lain yang bisa Anda tambahkan?

Sikap manusia atau masyarakat–diwujudkan dalam nilai atau norma–jelas terhadap praktik kebohongan: menganggapnya sebagai kejahatan. Namun berbeda dengan kejahatan lain, secara hukum kebohongan kerapkali hanya menjadi atribut untuk menutupi tindak jahat yang lain.

Kebohongan, bagaimanapun bentuknya, menggusarkan setiap peradaban. Berbagai cara dipakai untuk mengungkapnya, tak jarang dengan langkah-langkah konyol. Pada abad 12, pengadilan di Inggris menguji kejujuran tertuduh dengan menyuruhnya berjalan 9 langkah memanggul besi membara atau berjalan di atas 9 bajak membara.  Jika punggung atau kakinya terbakar, maka ia berbohong dan langsung digantung. Pengadilan lainnya menerapkan cara berbeda. Yakni dengan mengarungi tertuduh, kemudian menceburkannya ke danau. Jika karungnya terapung, orang itu berbohong sehingga layak digantung. Sebaliknya jika karung tenggelam, maka ia berkata benar. Cara-cara menggelikan ini dihapus pada tahun 1215.

Pada abad 16, mulai dipakai metode akal sehat. Yakni menggali kejujuran tertuduh dengan cecaran pertanyaan ilmiah dan logis. Perkembangan selanjutnya, pada abad 19, dilakukan pengaitan antara karakter fisiologis seseorang dengan kebohongan. Ahli-ahli phrenologi (ilmu yang meneliti benjol pada tengkorak manusia) mengaitkan bentuk benjol tertentu dengan kecenderungan untuk berbohong. Sedangkan para psikolog berkutat pada tipe-tipe masa lalu, bahkan mimpi, seseorang untuk mengukur kadar kejujuran seseorang.

Memasuki abad 20, mulai dipakai obat-obatan untuk uji kebohongan. Obat tidur yang mengandung scopolamine, sodium amytal dan sodium pentothal dicekokkan pada tertuduh sehingga ia kehilangan kendali diri dan muskil berbohong. Namun efektifitas obat ini dipertanyakan, karena yang muncul biasanya celoteh tak tentu arah dibanding kejujuran. Pada tahun 1963, Pengadilan Tinggi AS melarang praktik ini dan mengategorikannya sebagai bentuk penyiksaan.

Cara ilmiah terkini untuk mengungkap kebohongan adalah dengan mesin uji kebohongan (lie detector) yang menganalisa perubahan temperatur sendi mata ketika berbohong. Konon tingkat keberhasilannya mencapai 83%. Tetapi apakah mesin ini lebih terpercaya dibandingkan lie detector polygraf yang mendeteksi detak jantung, tekanan darah dan irama pernafasan, masih harus dibuktikan.

Bagaimanapun, walau musti menunggu, kebohongan toh pada saatnya terungkap. Seperti kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat..eih, salah! Sepandai-pandai menyimpan bangkai, busuknya akan tercium juga. Wah!

American Gangsters: Integritas Jutaan Dolar

Memulai pagi di Sabtu yang mendung, saya mendapati American Gangster kembali diputar di HBO. Saya menonton film besutan Ridley Scott, sutradara Inggris yang antara lain menelorkan Blade Runner, G.I. Jane, dan Gladiator ini, untuk kedua kalinya. Dibintangi dua peraih Oscar, Denzel Washington dan Russel Crowe, film ini bertutur tentang perseteruan penegak hukum versus pengedar heroin di New York pada akhir tahun 1960-an hingga awal 1970-an.

Frank Lucas, seorang preman kulit hitam dari Harlem, diperankan dengan apik oleh Denzel Washington, adalah sopir Ellsworth Bumpy Johnson, pemungut pajak keamanan yang menguasai jalan-jalan wilayah itu. Selama 15 tahun Lucas mendampingi sekaligus memelajari cara kerja Bumpy saat menagih uang keamanan pada pengusaha-pengusaha. Dengan atau tanpa kekerasan. Bergelimang harta dari bisnis ini, Bumpy mendulang simpati masyarakat Harlem dengan membagikan gratis paket-paket sembako saat Thanskgiving. Berkat aksinya, Bumpy acap disebut sebagai Robin Hood dari Harlem.

Sebelum putus nafasnya akibat serangan jantung, Bumpy sempat berkeluh kesah pada Lucas bagaimana sistem pemasaran modern, direpresentasikan melalui supermarket-supermarket besar  yang memapas jalur perantara atau distributor, telah mengurangi penghasilannya.

“Mereka membeli langsung dari pabriknya, meniadakan perantara. Membeli Sony ini, Toshiba itu, langsung dari China. Tak ada lagi pengusaha yang bisa diperas,” keluh Bumpy, sesaat sebelum tergolek lemas di dalam supermarket modern yang menjajakan peralatan musik. Kata-kata terakhir sang patron ini menancap kuat di benak Lucas.

Sembari meneruskan bisnis Bumpy, berebut pengaruh dengan kriminal-kriminal negro lainnya, Lucas mulai menjajakan heroin kelas dua yang diperolehnya dari jaringan mafia. Pada Lucas, seorang Don mengeluhkan rusaknya pasar narkoba gara-gara sejumlah polisi korup ikut terjun di bisnis ini. Polisi menyita heroin dari tangan pengedar, menyimpannya sebagai barang bukti, kemudian menggelapkan dan menjualnya kembali ke pasaran dengan kualitas dan harga lebih rendah.

Mengetahui situasi ini, di kepala Lucas terngiang-ngiang kata-kata Bumpy: membeli langsung dari pabriknya. Itulah yang kemudian dilakukannya. Menyimak berita televisi tentang maraknya kasus penggunaan heroin di kalangan tentara Amerika yang ditugaskan di Vietnam dan kemudian mendapatkan info dari tentara-tentara yang pulang kampung bahwa heroin Vietnam jauh lebih murni dibanding yang beredar di jalanan New York, ia tahu harus pergi ke mana. Lucas pun segera mengontak seorang tentara yang bertugas di Vietnam untuk melacak sumbernya.

Tak mengacuhkan perang dan liarnya hutan tropis, berbekal US$ 400 ribu uang pinjaman, Lucas menyusup ke padalaman Vietnam dan bertemu langsung sekelompok petani opium yang adalah mantan tentara Koumintang, para pembela Chiang Kai Sek. Seratus kilo heroin murni ia peroleh dari transaksi mula itu.

Lucas menggelontorkan US$100 ribu untuk menyogok prajurit sehingga heroinnya dipaketkan menumpang pesawat militer Amerika. Segera setelah sampai di Amerika, heroin rilisan Lucas menguasai jalanan di Harlem dan Bronx dengan omzet US$1juta per hari. Selain kadar kemurniannya yang lebih tinggi, keunggulan produk yang berlabel Blue Magic ini adalah harga jualnya yang separuh dari heroin yang dipasarkan oleh mafia Italia.

Pada lain sisi, Richie Roberts, diperankan Russel Crowe, detektif bagian pemberantasan narkoba kepolisian wilayah New Jersey, mendadak terkenal ketika ia dan rekannya menyetorkan uang US$1 juta ke markas kepolisian. Uang itu mereka temukan di bagasi mobil yang ditinggalkan oleh akuntan pengedar narkoba, yang mereka kuntit sebelumnya, dan dicurigai sebagai uang sogokan untuk polisi. Tindakan itu membuat Richie dan rekannya dikucilkan oleh polisi lain yang menganggapnya Richie sok suci. Ia sama sekali kehilangan dukungan untuk operasi-operasi lapangan.

Pada saat sama, terusik oleh menggilanya peredaran narkoba, pemerintah Amerika membentuk Kesatuan Khusus Anti Narkoba. Richie digamit untuk mengurusi New York. Ia diberi keleluasaan untuk tidak berkantor di kepolisian dan memilih rekan kerja. Setelah tim Richie terbentuk, mereka fokus pada transaksi-transaksi narkoba skala besar, dengan transaksi minimal 40 kilogram dan bernilai jutaan dolar. Perhatian mulai dipusatkan pada sosok-sosok mafia dan penjahat-penjahat dari Mexico, Kuba, dan Amerika selatan lainnya.

Ia kaget tatkala penyelidikan panjangnya berujung pada sosok Lucas, seorang gangster kulit hitam. Saat itu, kriminal kulit hitam tidak pernah menjadi pemain utama dalam kejahatan-kejahatan besar di bidang narkoba. Pengetahuan inipun diperolehnya secara kebetulan. Seorang penjahat medioker, juga kawan masa kecil dan ayah pemandian anak Richie, mencoba menyuap sang polisi dengan sebuah rumah musim dingin di Swiss sambil berpesan agar tak mengganggu operasi Frank Lucas. Dari situ, pertanyaan-pertanyaan tim Richie pun mengait dengan jawaban.

Tahun 1973, ketika Saigon jatuh ke tangan Vietnam Utara, pasukan Amerika mulai ditarik secara bertahap dari lokasi perang. Lucas melihat keberlangsungan untuk mendapatkan heroin dari sumbernya terancam. Lekas ia terbang kembali ke Vietnam. Dua ribu kilogram heroin ia kumpulkan dan dengan cerdiknya diselundupkan dalam peti mati prajurit AS yang tewas (cerita sebenarnya ternyata tidak demikian 🙂.

Dari anak buah Lucas yang tertangkap dan bersedia menjadi informan, rencana pengiriman ini dikuak oleh Richie. Mereka merangsek ke bandara. Setelah mengobrak-abrik badan pesawat Hercules di bawah protes keras kalangan militer, hasilnya nihil. Malah atasan Richie marah-marah dan mengancam memecatnya gara-gara tindakan Richie yang dianggap menodai perjuangan para tentara marhum.

Richie dan rekan-rekannya melewatkan belasan peti mati karena sang atasan mencegahnya membuka kantung mayat. Si atasan menganggap kecurigaan Richie sebagai lelucon, apalagi ketika ia mengungkap dalang penyelundupan ini seorang gangster kulit hitam, bukan mafia Italia, kelompok Irlandia, atau gangster Mexico. Nekat, Richie tetap mengirim anak buahnya menguntit perjalanan peti mati-peti mati tersebut dan mendapati anak buah Lucas membongkar ribuan kilo heroin dari alas peti mati.  Mereka membawanya ke rumah susun kelas bawah yang kemudian terbongkar digunakan menjadi lokasi pengemasan heroin siap edar. Lokasi inipun segera digerebek puluhan polisi. Setelah dar der dor yang sengit, belasan kaki tangan Frank Lucas pun diringkus. Lucas dicokok saat beranjak pulang dari gereja. Di tangga gereja, untuk pertama kalinya Lucas dan Richie bersirobok pandang.

Dalam persidangan, Richie, yang juga nyambi kuliah hukum, menjadi penuntut. Suatu saat, dalam rehat persidangan yang memungkinkan keduanya bertemu empat mata, Lucas mencoba menyuapnya dengan tawaran jutaan dolar. Richie tak goyah, malah ia mampu menekan Lucas untuk membantunya. Alih-alih meminta si gangster menyingkap jaringan mafia, Richie menyudutkannya untuk membeberkan nama-nama polisi korup yang selama ini melindungi operasi, sekaligus memeras Lucas.

Singkat cerita,  berkat informasi Lucas 3/4 dari seluruh polisi bidang pemberantasan narkotika di New York pun diberangus. Richie mengundurkan diri dari kepolisian dan beralih profesi menjadi pengacara. Klien pertamanya adalah Lucas.

Dituntut hukuman 70 tahun penjara, pada 1976 Frank Lucas akhirnya divonis 15 tahun menimbang kerjasamanya dengan polisi. Tahun 1991 ia dibebaskan dan meneruskan pertemanannya dengan Richie. Oleh Ridley Scott keduanya dilibatkan dalam penggarapan American Gangster di tahun 2007. What a story!

Kabel-kabel Gegar Budaya?

P1010016

Menjadi pekerja lepas menyodorkan luang yang terkadang bingung untuk saya isi kegiatan apa. Jika tiba enggan untuk menulis, melukis, membuat sket atau bikin komik online, kerapkali, sembari menjagai toko kelontong milik mertua, saya merebahkan diri di sofa lama yang apek dan keras meski telah ditumpuki dengan kain-kain selimut tebal. Kemudian jari-jariku memainkan tombol remote control televisi.

Pilihan saya antara berita politik, yang semakin hari kian membosankan, di TV One atau Metro, yang berselang-seling dengan update kasus Manohara, Prita, Siti Hajar, dan kecelakaan pesawat AU, atau liputan travelling di Trans 7-TV, maka saya akan berlama-lama menyimak National Geographic Channel, HBO atau (Cine)Max. Barulah ketika kanal-kanal itu mulai kehilangan pesonanya, jemariku kembali menekan pilihan kanal naik-turun, mendapati imaji yang berloncatan dari puluhan kanal stasiun televisi nasional, lokal, dan mancanegara.

Semua siaran itu kami (baca: sebagian besar penduduk Sorowako) peroleh dari jaringan teve kabel lokal yang menyampuradukkan paket-paket Telkomvision dan Indovision. Sejak awal 90-an, jaringan ini dikelola oleh tiga “bandar” yang masing-masing setidaknya memiliki seribu pelanggan. Para pelanggan ini dahulunya mengandalkan parabola untuk mendapatkan siaran teve, karena wilayah Sorowako yang dikepung pegunungan Verbeek termasuk wilayah blank spot siaran televisi.

Biaya sambung televisi kabel pun relatif murah, cukup mengangsurkan Rp.250ribu untuk biaya pemasangan awal dan iuran bulanan berkisar Rp.25-30ribu (tergantung bandar), 42 kanal televisi pun siap dijelajahi. Selain kanal-kanal nasional dan lokal, termasuk Sorowako Channel yang baru menampilkan foto itu-itu saja plus backsound cempreng entah-lagu-apa, terdapat pula 4 kanal olahraga, MTV, Channel Asia, Al Jazeera, V Channel, F-TV, Cartoon Network, TV 5, hingga Z Channel Music dari India, TVTL-nya Timor Leste, plus beberapa saluran berbahasa Arab dan China.

Tetapi, bukan ihwal teve yang akan saya bicarakan. Menurut saya, berlimpahnya saluran televisi boleh jadi menjadi faktor dari gegar budaya tahap kedua yang dialami masyarakat Sorowako. Gegar pertama bermula dari beroperasinya PT Inco pada paruh akhir 1960. Saat itu, segelintir masyarakat lokal bersitumbuk dengan pendatang dari berbagai latar budaya, jenis-jenis pekerjaan yang tak terbayang sebelumnya, juga silang sengketa pertanahan.

Masyarakat lokal yang menjalani profesi-profesi utama sebagai petani/pekebun, pemburu, dan nelayan danau, tiba-tiba dihadapkan, dan sebagian besar tergoda dengan pilihan menjadi pekerja konstruksi, eksplorasi, operator kendaraan berat, mesin-mesin tanur peleburan, hingga pembantu rumah tangga. Tentu ini lompatan sosiologis yang signifikan. Belum lagi berubahnya irama kerja secara drastis dan penghasilan dari tak tentu waktu dan besarnya mendadak menjadi rutin dan jauh, jauh, jauh lebih besar.

Interaksi sosial yang intensif dengan ribuan pekerja pendatang, kala itu konon tak hanya datang dari penjuru nusantara tetapi juga sekurangnya dari 20 negara, yang tinggal berjubel di barak-barak semi permanen, kontainer, atau kolong-kolong rumah panggung, tak pelak menimbulkan benturan nilai dan budaya yang tak kecil dampaknya bagi tatanan kultural pemukim lokal, secara positif maupun negatif.

Percepatan, atau lompatan sosiologis yang lekas dari komunitas agraris menjadi industrial, memunculkan gamang dan gagap. Sebagian besar anak muda Sorowako yang lahir ketika roda industri telah bergulir, tidak meguasai bahasa lokal, enggan pula mewarisi profesi lama yang dipandang marjinal.

Kathryn May Robinson, antropolog dari Australian National University, lewat bukunya yang bertajuk Stepchildren of Progress: The Political Economy of Development in an Indonesian Mining Town, dengan tajam memotret dinamika sosial yang dialami penduduk lokal Sorowako. Dari penelitian yang dilakukannya pada rentang 1978-1982, ia mengurai pergeseran sosial dapat dirabai lewat munculnya kelas-kelas sosial, tata nilai dan kegiatan ekonomi baru yang muncul di kota kecil tepi Danau Matano ini. Hasil telisik Kathryn hampir tiga puluh tahun lalu itu, menurut saya, sebagian besar masih relevan pada konteks saat ini.

Kembali ke televisi, kalaupun terlalu berlebihan untuk dikatakan sebagai penyulut gegar budaya kedua, ia tetap bisa dibilang sebagai pemantap gegar pertama. Paling tidak dari perspektif bahwa siaran-siarannya telah mengukuhkan nilai-nilai baru yang digosokkan sebelumnya. Jadi….ufff! Spiderwick Chronicle main di HBO!! Saya nonton dulu ye! Hehe…

Matano Lake Festival 2009, Celebrating the Unite of Diversity

A group of enthusiastic youth of  Sorowako, a small nickel-mining town in South Sulawesi, clubbed themselves in Pongkia Art Production, is going to hold the first Matano Lake Festival (Festival Danau Matano) 2009. In collaboration with several other youth organizers, the two days event will present local-traditional dances, folk songs, dishes, traditions, as also competitions.

Themed as Tuwu Mate Memoroko, in local tongue literally means “unite whether in live or death”, the festival fostering the idea that in spite of any disagreements, the people should keep holding hands to strive for collective aspirations.

Arranged at the popular public Ide Beach, on 6-7 June, the festival will exhibit musik bambu (group performance with bamboo wind-instruments), Nohu Bangka (women chanting while pounding on wooden boat-shaped container), Monsado dance (a welcoming dance).

Also a numbers of competitions based on tradition, such as Meulele (free dive into the lake), Katinting Race (traditional long-shaped-boat race), Meopudi (group of women compete to catch opudi or telmatherinidae fishes with net dan palm leaves), Moladu (traditional style fishing), Butini brew preparation (butini or Glossogobius matanensis is catfish-like endemic fish), and mini boat race.

The festival landscape itself is a natural wonder. Circled with rocky and material rich Verbeek mountains, Matano Lake’s is a four-million-old tectonically-trenched lake in the heart of Celebes. With an approximately 594 meters deep, it claims the 8th position as the deepest lakes in the world and is categorized as cryptodepression, the lake base is deeper than sea water level (source: National Geographic Indonesia, Nov 2008).

Some studies further reveal the 16,408 hectares natural reservoir is home to endemic fishes, crabs, mollusks, and plants. The lake is a part of the Malili Lakes System, the complex comprising of five lakes, namely Mahalona (a million years old and 60 meters deep), Towuti (a million years, 200 meters), Masapi, Lantoa, and Matano (source: Inkomunikasi magazine, 27th edition 2008).

Matano inherited its name from the old native settlement of Matano, on the west side of the lake, where one of the lake’s main springs located. Beside Matano and Sorowako people, the natives dwell in the lake surrounding, like in Nuha, Tapulemo, and Soluro, are Padoe, Karunsie, and Tambee tribes. In the present day, Sorowako is flocked with people from diverse cultural backgrounds from across Indonesia, who pursue dough from nickel mining.

To get further details on the event, please confirm to below contacts.

Secretariat : Jl. Pongkia No.75, Sorowako, Sulawesi Selatan, 92984
Phone : +6281241751590 (F. Magani), +62811424359 (Puput)
Email : festivaldanaumatano@gmail.com
Facebook : festivaldanaumatano sorowako
Website : www.festivaldanaumatano.110mb.com

Sulitnya Bertani di Jakarta!

Panas terik yang menyengat Jakarta pada akhir bulan Oktober lalu, seolah tidak dirasakan oleh Zamidi, lelaki berusia 57 tahun yang tinggal di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Tangannya yang sudah berkeriput sebat memapas rumpun-rumpun lebat daun ketela pohon. Setelah mendapatkan beberapa ikat besar, ia kemudian mengambil dua ember kecil bekas kaleng cat untuk menciduk air kali yang hitam pekat karena limbah untuk menyirami “sawahnya” yang terletak di bawah sebuah jembatan penyeberangan busway.

Yang disebut “sawah” oleh Zamidi sebenarnya hanya berupa sepetak tanah kering seluas 4 x 15 meter di bibir aliran Sungai Angke. Sejak tiga bulan lewat ia menanami petaknya dengan ketela pohon dan kacang tanah. Sendirian, Zamidi telah mengolah tanah bantaran sungai itu sejak 7 tahun yang lalu. “Lumayan untuk menyambung hidup,” ujarnya, sembari menambahkan hasil panenannya kali ini telah dipesan oleh seorang pedagang sayur keliling.

Mestinya ia bukanlah satu-satunya petani di bantaran Kali Angke, karena puluhan petak “sawah” lain yang ditanami ketela pohon, ubi rambat, kacang tanah dan jagung dapat dengan mudah ditemui di sepanjang jalan menuju Bandar Udara Soekarno Hatta itu. Menurut data dari Dinas Pertanian Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, pada tahun 2005 sedikitnya 20.000 orang bekerja di bidang pertanian di seluruh propinsi ini. Hasil pertanian utama berupa sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan padi. Sebagian besar hasil pertanian baru cukup memenuhi kebutuhan pasar di Jakarta saja.

Namun di kota seluas 650 km2 dengan kepadatan penduduk mencapai 11.360 orang /km2 (tahun 2005) ini, kegiatan pertanian seolah tenggelam oleh hiruk pikuk kegiatan industri dan jasa. Coba saja Anda tanyakan pada penduduk Jakarta, pasti sebagian besar kebingungan untuk menunjukkan lokasi-lokasi pertanian di kotanya. Padahal menurut hasil pendataan Dinas Pertanian (2002), di kota ini hampir 17% wilayahnya, atau seluas 11.240 hektar, dipergunakan sebagai lahan pertanian. Dari lahan seluas itu, 2.845 hektar adalah lahan sawah dan 8.395 hektar sisanya tanah darat.

***
Berdasar hasil penelitian Ning Purnomohadi, pakar lingkungan dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, yang berjudul “Jakarta: Urban Agriculture as an Alternative Strategy to Face the Economic Crisis” (Jakarta: Pertanian Kota sebagai Sebuah Strategi Alternatif untuk Menghadapi Krisis Ekonomi), sektor pertanian di Jakarta berkembang menyusul krisis ekonomi yang mulai menerpa Indonesia sejak paruh akhir tahun 1997. Saat itu ribuan orang kehilangan pekerjaan formal. Di sisi lain, arus urbanisasi dari berbagai daerah ke DKI Jakarta juga tidak serta merta menyusut walaupun lapangan pekerjaan menipis.

Dengan latar kondisi seperti inilah kegiatan pertanian, yang sebelumnya hanya terdapat di kawasan-kawasan pinggiran kota dan bantaran-bantaran sungai saja, muncul menjadi lapangan kerja alternatif bagi masyarakat urban yang tengah kesulitan mencari pekerjaan.

“Saya dulu bekerja jadi buruh bangunan. Anak saya juga. Setelah di PHK karena krismon (krisis moneter-red), saya mulai bertani, anak saya pulang kampung,” kisah Zamidi. Bersama sebelas tetangganya di Rawa Buaya, pada tahun 1999 ia membersihkan petak-petak tanah di bantaran Kali Angke dari semak-semak. “Saya ingat, tanah itu kemudian saya tanami kacang tanah,” kenangnya. Mereka tidak meminta izin pada siapapun ketika memanfaatkan tanah itu.

Selain pengalihan guna lahan seperti bantaran sungai, lahan pertanian di Jakarta juga meluas melalui aksi penjarahan. Segera setelah reformasi pada tahun 1998, kebebasan juga diterjemahkan sebagai keleluasaan rakyat untuk menguasai tanah. Tanah-tanah milik megara dan mantan pejabat negara, termasuk milik keluarga mantan presiden Soeharto dan kroni-kroninya, menjadi sasaran utama penjarah. Ning Purnomohadi mencatat, sekurangnya 300 orang mematok tanah di sekitar lapangan pacuan kuda Pulo Mas, Jakarta Timur, pada pertengahan tahun 1998. Pada saat yang sama, ratusan orang lainnya merambah tanah peternakan milik keluarga Soeharto di pinggiran Jakarta.

Selain melalui penjarahan, lahan pertanian juga diperoleh dengan cara menyewa kepada pemilik lahan. Sutiyoso, gubernur Jakarta yang mulai menjabat tahun 1997, memberikan ijin pemanfaatan lahan-lahan menganggur untuk kegiatan pertanian, dengan syarat meminta ijin dahulu ke pemilik lahan alih-alih melalui penjarahan. Lahan calon jalan tol yang tertunda di wilayah Jakarta Barat misalnya, dipenuhi tanaman bayam dan chaisim. Demikian juga lahan-lahan calon kompleks perkantoran dan perusahaan di kawasan Kuningan (Jakarta Selatan) dan Priok (Jakarta Utara) serta tanah-tanah kosong di seputaran bekas bandara Kemayoran. Tak ketinggalan pula tanah-tanah yang terdapat di sepanjang rel kereta api dan bantaran sungai di pusat kota.

Sebagian besar petani di Jakarta sebagian besar berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Banyak diantara mereka adalah buruh-buruh konstruksi yang yang terpaksa kehilangan pekerjaan karena terpuruknya sektor properti akibat deraan krisis ekonomi. Dengan upah antara Rp 10.000-15.000/hari, mereka terlibat dari proses penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan tanaman pertanian.

***
Bagi Marco Kusumawijaya, pakar masalah perkotaan dan perintis gerakan Peta Hijau di Indonesia, selain menjadi solusi masalah ekonomi, pertanian kota memiliki juga memiliki peran untuk memperluas ruang terbuka hijau sekaligus memperindah wajah Jakarta.

“Pertanian kota berperan besar membantu keluarga miskin menambah penghasilan dan makanan segar, serta meningkatkan ketahanan pangan,” terang Marco. Senada dengan Purnomohadi, arsitek yang kini menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta ini menilai muasal pertanian kota di Jakarta adalah permasalahan ekonomi. Pada saat awal perkembangannya, bentuk pertanian semacam ini menjadi jawaban sementara mengatasi pengangguran sekaligus mencukupi kebutuhan produk pertanian murah bagi warga Jakarta. Sayangnya, menurut Marco, pertanian kota tidak kemudian diakomodasi menjadi bagian dari perencanaan dan tata guna lahan perkotaan.

Marco membandingkan dengan Inggris yang telah mengesahkan undang-undang pertanian kota sejak tahun 1925 dan Kanada pada tahun 1924-1947. Saat ini, tambah Marco, sejumlah kota seperti Amsterdam, London, Stockholm, Berlin, Montreal dan New York telah menjadikan pertanian kota dalam perencanaan dan tata guna lahan perkotaan mereka.

Belakangan, luasan lahan pertanian kota di Jakarta mengalami penyusutan drastis. Antara lain karena Pemerintah Kota DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk memperlebar badan-badan sungai di Jakarta untuk mengantisipasi banjir. Alhasil, petak-petak pertanian di bantaran sungai pun ikut tergusur. Misalnya, petak-petak tanah yang ditanami sayuran di sepanjang saluran banjir kanal, dari wilayah Jakarta Timur hingga Jakarta Pusat, digusur untuk perluasan aliran saluran pencegah banjir yang konon juga akan dimanfaatkan untuk jalur angkutan air.

Pulihnya sektor properti dalam lima tahun belakangan ini berpengaruh besar pada menyusutnya luasan lahan pertanian kota. Di kawasan Kuningan misalnya, petak-petak tanah yang sebelumnya dihijaukan dengan sayur-sayuran atau kacang tanah dan jagung, kini dipenuhi tiang pancang dari beton bakal gedung-gedung perkantoran. Demikian juga di sejumlah titik pertanian di kawasan Priok dan Kelapa Gading yang siap berubah menjadi pemukiman mewah.

“Padahal saat membuat Peta Hijau Menteng dua tahun lalu, kami menemukan lebih dari 100 titik pertanian kota di pinggir-pinggir sungai,” ucap Marco.

Zamidi, seperti halnya para petani di Jakarta lainnya, boleh jadi tak sempat berhitung seperti yang dilakukan Purnomohadi dan Marco. Mereka tinggal menghitung hari hingga saat lahan mereka beralih peruntukan. Ah, susahnya jadi petani di Jakarta!

********

Bacaan:

Penelitian Ning Purnomohadi

Marco Kusumawijaya|Pertanian Kota

Baca juga:

all about sendal in my jepit :)